SEJARAH JEO

18 Februari 1910

Hari lahir Jemaat GMIT Ebenhaezer Oeba

Secara universal sudah menjadi kesepakatan bahwa peristiwa Pentaskosta yang diberitakan dalam kitab Kisah Para Rasul adalah juga hari lahir atau berdirinya gereja di bumi. Berkat pekerjaan misi yang dilakukan oleh para rasul, gereja yang mulanya dianggap sebagai sekte atau bidat dalam agama Yahudi menyebar keluar dari batas-batas Yudaisme bahkan menjadi sebuah agama baru yang disebut Kristen.

Di tempat-tempat baru yang didatangi para rasul terbentuk persekutuan jemaat yang tetap menjaga identitas bersama (universal) mereka yakni iman kepada Kristus sekaligus juga mengembangkan jati diri lokal yang beragam. Persekutuan jemaat lokal itu selanjutnya menentukan satu momen sebagai hari lahir atau berdirinya persekutuan (gereja) ditempat itu. Sekurang-kurangnya ada tiga metode yang biasa dipakai untuk menetapkan tanggal lahir atau berdirinya satu jemaat. Pertama, tanggal diadakannya kebaktian (ibadah bersama). Kedua, hari mulai dibangunnya gedung sekolah rakyat (volk-school) di satu tempat. Ketiga, hari untuk pertama kali diadakannya pelayanan Sakramen Baptisan di satu tempat.

Hari lahir jemaat GMIT Ebenhaezer Oeba ditandai dengan adanya baptisan yang pertama kali dilakukan pada tanggal 18 Februari 1910. Nama yang tercatat dalam buku register sebagai penerima baptisan pada tanggal itu adalah Soleiman Abia, namun tidak tercatat nama pendeta yang melakukan sakramen baptisan itu.

1911

Pembangunan Gedung Kebaktian ke-1

Informasi yang dimiliki mengenai pembangunan gedung kebaktian pertama bagi jemaat GMIT Ebenhaezer Oeba hanyalah tuturan lisan dari mulut ke mulut. Dalam tuturan itu disebutkan bahwa pada masa pelayanan Pdt. Geerlof Heijmering di Oeba mulai dibangun sebuah gedung kebaktian. Diduga bahwa itu berlangsung di tahun 1863-1867. Informasi ini masih memerlukan pembuktian lanjutan melalui penelitian yang lebih mendalam.

Informasi lebih rinci dan akurat yang dimiliki mengenai pembangunan gedung kebaktian bagi Jemaat Oeba berasal dari tangan Pdt. Willem Back dan istrinya Ny. Back - Ortmann. Disebutkan bahwa pada tahun 1911 untuk pertama kali sebuah gedung kebaktian di bangun untuk jemaat Oeba. Pekerjaan itu berlangsung di masa Ds. Willem Back melayani sebagai pendeta ketua (predikant voorzitter) di Timor. Ds. Willem Back berada di Timor dari tahun 1910-1912. Wujud fisik gedung kebaktian perdana itu, sebagaimana digambarkan oleh Ny. A. Hessing Selier, istri pendeta pembantu (Hulp-predikker) yang melayani di Kupang dari tahun 1918-1923, berlantai tanah, atap dari daun gewang dan dinding dari bebak.

1911

Nama Ebenhaezer untuk Jemaat Oeba

Pada tanggal 19 Mei 1910 Ds. Willem Back ditempatkan sebagai pendeta ketua (predikant voorzitter) di Kupang (Timor). Meskipun memikul tanggung jawab mengurus jemaat-jemaat Protestan di seluruh wilayah keresidenan Timor dan patut disebut sebagai pendeta Kupang, Ds. Willem Back lebih suka menyebut dirinya pendeta Oeba. Agaknya penyebutan diri sebagai pendeta Oeba ada hubungan dengan pekerjaan pembangunan gedung Kebaktian baru jemaat Oeba yang terjadi tahun 1911 dalam kepemimpinan Ds. Willem Back.

Gedung dimaksud dibangun di atas areal tanah persembahan keluarga Sadukh, yang merupakan lokasi gedung kebaktian Jemaat GMIT Ebenhaezer Oeba saat ini. Pada masa itu juga atas kesepakatan kelompok jemaat yang bersekutu, gedung Gereja ini diberi nama "Ebenhaezer". Baiklah kita mencatat bahwa nama Ebenhaezer untuk Jemaat Oeba diberikan pada saat pembangunan gedung kebaktian pertama rampung, yakni tahun 1911.

1919

Pembangunan Gedung Kebaktian ke-2

Baru memasuki usia 8 tahun, yakni tahun 1918 penampilan gedung kebaktian sudah sangat menyedihkan sebagaimana dilaporkan Ny. A. Hessing - Selier dan karena itu butuh dibangun gedung yang baru. Pembangunan gedung baru itu ditangani oleh pasangan pendeta Joh. Hessing bersama sang istri.

Menurut rencana, gedung kebaktian baru itu dibangun setengah tembok dengan atap alang-alang berukuran 18 x 9 meter. Arsitek untuk gedung baru itu adalah Leyder Haverstroom. Hitungan keseluruhan biaya yang dibutuhkan untuk penyelesaian gedung itu menurut sang arsitek sebesar f. 3.000. Melalui aksi pengumpulan dana yang dilakukan, didapatkan dana sebanyak f. 572.68. Segera uang itu dipakai untuk membangun gedung baru tempat berbakti jemaat Oeba, di tahun 1919.

1953

Pembangunan Gedung Kebaktian ke-3

Pada tahun 1953, yakni di masa Pdt. Meroekh terjadi renovasi bangunan gedung kebaktian. Gedung kebaktian dimaksud tidak hanya direnovasi, melainkan juga diperbesar ukurannya, yakni dari ukuran 18 x 9 meter menjadi 24 x 11 meter. Pergantian atap dari daun lontar menjadi atap seng dan dinding tembok. Ketua panitia pembangunan adalah J. L. CH. Abineno. Mengingat ukuran gedung kebaktian yang direnovasi ini berbeda dengan ukuran gedung yang dibangun tahun 1919, kita bisa berasumsi bahwa gedung yang direnovasi ini adalah gedung kebaktian yang ketiga dari Jemaat GMIT Ebenhaezer Oeba.